Ruang Bacaku

“The ink of a scholar is holier than the blood of a martyr. A man reading is handsome in the sight of God. So learn to read. And when you have learned, teach !”. That is the Wisdom of Mohammad. This room is dedicated for those who love to read and teach

My Photo
Name:
Location: Tokyo, Japan

Economist, Philosopher, Food Lover. Lives in Tokyo, Japan.

Tuesday, October 17, 2006

Amy Tan dan sumirnya kebenaran

Buat para penggemar novelnya Amy Tan, bakal kaget deh kalau membaca novel barunya yang berjudul “Saving Fish from Drowning”. Novel terdahulu, The Joy Luck Club (sempet dibikin film layar lebar), The Kitchen God's Wife, The Hundred Secret Senses dan The Bonesetter's Daughter — menjadi best sellers dan memfokuskan cerita pada hubungan anak perempuan dan ibunya, serta berlatar belakang China Amerika. Tapi di novel ini, beda banget. Amy Tan justru bercerita tentang dunia politik. Dan latar belakangnya niy, bukan China atau Amerika. Tapi ia membawa kita ke Myanmar.

Kisah dalam buku ini dinarasikan oleh Bibi Chen, seorang pemandu wisata yang tewas dibunuh sebelum membawa serombongan serombongan turis Amerika untuk berwisata di Myanmar. Ia seolah bercerita dari alam kuburnya. Rombongan turis Amerika itu tetap melakukan perjalanan tanpa Bibi Chen. Mereka diculik di tengah jalan oleh suku pedalaman. Suku tersebut beranggapan bahwa seorang anak dari turis Amerika yang berusia 15 tahun adalah titisan dewa yang akan menyelamatkan mereka dari junta militer Myanmar. Meski diculik, para turis itu diperlakukan secara baik oleh para penculiknya. Mereka bahkan tidak tahu kalau sedang diculik. Mereka hanya diberitahu kalau jembatan di depan sedang roboh. Kisah selanjutnya bergeser pada berita media internasional yang memberitakan hilangnya turis tersebut. Junta militer Myanmarpun ditekan oleh dunia internasional untuk menyelamatkan turis Amerika. Junta itu menggunakan kasus ini sebagai alat untuk mencari keuntungan politik. Akhir novel ini dibiarkan mengambang. Kita dihadapkan pada pilihan terbuka, siapa yang benar, siapa yang salah, kita menilai sendiri.

Saving Fish from Drowning diambil dari kisah seorang bijak yang bercerita kepada muridnya, “Adalah sebuah kejahatan untuk merenggut kehidupan dan merupakan kehormatan untuk menyelamatkan kehidupan. Oleh karenanya, setiap hari saya berikrar untuk menyelamatkan ratusan nyawa. Saya melempar jala ke danau dan mendapatkan ratusan kehidupan. Saya letakkan ikan-ikan itu di pinggir danau, mereka melompat dan menggelepar. Saya katakan, jangan takut, saya menyelamatkan kalian agar tidak tenggelam di danau. Tak lama kemudian, ikan-ikan itu mulai tenang dan diam. Sayangnya, aku selalu terlambat menyelamatkan mereka. Ikan-ikan itupun mati. Dan karena juga merupakan kejahatan untuk menyia-nyiakan sesuatu, saya bawa ikan-ikan itu ke pasar dan saya jual dengan harga yang baik. Dengan uang yang saya dapatkan, saya membeli lagi lebih banyak jala sehingga saya bisa menyelamatkan banyak ikan.”

Kisah itu menggambarkan bahwa pada satu titik kebenaran adalah sebuah ironi. Tergantung bagaimana kita melihatnya. Demikian pula kita dalam melihat kehidupan dan tingkah laku kita sendiri. Kita pandai membenarkan segala laku kita, menjustifikasi perbuatan kita karena kita dikaruniai otak. Kita mengenal tiga jenis kebenaran. Kebenaran diri sendiri, kebenaran orang banyak, dan kebenaran hakiki. Dimana ‘kebenaran’ kita berada? Hanya kita sendiri yang bisa menjawab. Itulah salah satu moral cerita dari novel Amy Tan.