Ruang Bacaku

“The ink of a scholar is holier than the blood of a martyr. A man reading is handsome in the sight of God. So learn to read. And when you have learned, teach !”. That is the Wisdom of Mohammad. This room is dedicated for those who love to read and teach

My Photo
Name:
Location: Tokyo, Japan

Economist, Philosopher, Food Lover. Lives in Tokyo, Japan.

Tuesday, October 17, 2006

Pi dan Semangat yang Tak Pernah Redup

Buku ini meraih The Man Booker Prize pada tahun 2002 dan menjadi bestseller internasional. Dibicarakan dimana-mana. Sayapun akhirnya tertarik juga untuk membaca. Ternyata memang betul, buku yang didasari kisah nyata ini adalah sebuah karya sastra yang indah dan dituturkan dengan cara yang sangat baik oleh Yann Martel. Kisahnya menyentuh sisi religiositas, agama, dan Ketuhanan.

21 Juni 1977, Piscine Molitor Patel, yang biasa dipanggil Pi, terkatung-katung di Samudra Pasifik selama 227 hari (lebih dari 7 bulan) dalam sebuah sekoci bersama seekor harimau royal bengal seberat 225 kg, seekor hyena, seekor orang utan Kalimantan, dan seekor Zebra. Waktu itu, Pi Patel berusia 16 tahun. Dia bersama keluarganya sedang dalam pelayaran pindah dari India ke Kanada. Kapalnya tenggelam dan hanya Pi yang selamat dalam sebuah sekoci. Pi menghadapi situasi yang buruk. Ia harus mempertahankan hidupnya di dalam sekoci itu. Hukum saling memangsa berlaku. Pi di pintu maut, antara diterkam harimau, hyena, atau tenggelam dimakan hiu. Di situlah taruhannya. Pi diuji keyakinannya akan Tuhan. Dalam keadaan serba sempurna, kita gampang saja bicara tentang Tuhan. Tapi dalam keadaan penuh kemalangan dan doa-doa yang tak terjawab, Tuhan menjadi sebuah permasalahan tersendiri. Tuhan menjadi begitu jauh dan tak terjangkau. Di situlah kadang kita diombang-ambingkan dalam kepercayaan pada Tuhan. Pi dihadapkan pada masalah itu. Tapi Religiositasnya mampu mengalahkan keraguannya.

Pi serasa dicabut dari kehidupannya yang serba indah, ia adalah anak terpelajar dari keluarga terpandang di India. Tak pernah terbayangkan ia harus melalui penderitaan seberat ini. Tapi ia mampu menerima berbagai cobaan yang tak sesuai dengan harapannya. Ia berkata, “Ternyata segala sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan, tapi apa yang bisa kita lakukan? Kita mesti menerima apa-apa yang diberikan kehidupan ini pada kita, dan berusaha menjalaninya sebaik mungkin.” (hal 142). Kepasrahan dan keikhlasan menerima apa yang diberikan kehidupan itu yang membuat Pi dapat bertahan. Saat ia berada pada titik terendah keputusasaannya, ia berkata ”Aku hendak menyerah. Aku pasti sudah menyerah kalau bukan keyakinanku bahwa Tuhan besertaku. Ada orang yang menyerah pasrah begitu saya. Ada orang yang masih berjuang sedikit, lalu putus asa. Tapi ada pula orang-orang yang – aku salah satunya – tak pernah menyerah. Kami terus berjuang, terus dan terus berjuang.”(hal 216).

Sungguh sebuah cerita yang dituturkan secara memesona. Studi zoologinya kaya dan sisi humornya tak terduga. Ceritanya tentang agama dan Tuhan juga menarik. Pi mempraktekkan tiga ajaran agama sekaligus, Hindu, Kristen, dan Islam. Kalau Tuhan yang menciptakan agama, kenapa kita tak boleh mengambil semua jalannya? Begitu pikir Pi. Buku ini membawa pesan yang dalam dan menyentuh bagi kita yang selama ini terjebak dalam ritual-ritual agama tanpa pernah bertanya, bagaimana sebenarnya agama dapat menciptakan perdamaian di dunia. Kepercayaan pada Tuhan harus diiringi oleh kerja keras, terus berjuang, dan pada ujungnya menebarkan cinta kasih pada sesama.... nice to read.